Sesungguhnya Allah Ta’ala memberikan
wewenang kepada penguasa untuk menghilangkan sesuatu yang tidak bisa
dihilangkan oleh Al Qur’an – Utsman bin Affan
Islam berbeda dengan agama-agama yang
lain yang pernah diturunkan oleh Allah Swt, karena Islam diturunkan
sempurna dan menyeluruh, termasuk dalam hal megatur pemimpin dan sistem
kepemimpinan.
Karena mengusung kesatuan kepemimpinan
politik dan spiritual inilah maka Islam dapat tersebar dengan luasan
yang fenomenal dalam tempo yang relatif singkat dibandingkan peradaban
pendahulunya seperti Persia dan Romawi.
Karena itu pula Michael H. Hart dalam
bukunya “The 100 – a Ranking of Most Influential People in History”,
menilai Nabi Muhammad dengan kalimat “he was the only man in history who was supremely succesfull on both the religious and secular level“, dengan menuliskan dua alasan:
“Muhammad, however, was responsible for both the theology of Islam and its main ethical and moral principles”
“Furthermore, Muhammad (unlike Jesus) was a secular as well as a
religious leader. In fact, as the driving force behind the Arabs
conquest, he may well rank as the most influential political leaders of
all time”
Pemimpin di dalam Islam sangatlah
penting, bahkan diwajibkan dalam perkara agama. Rasul bersabda “Tidak
halal bagi tiga orang yang berada di sebuah tempat di muka bumi ini
melainkan mereka menunjuk seorang pemimpin di antara mereka.” (HR Ahmad)
Bila dalam safar saja diwajibkan adanya
pemimpin, apalagi perkara yang lebih besar yaitu urusan ummat
seluruhnya. Namun di dalam Islam, Allah tidak hanya mewajibkan pada kaum
Muslim untuk sekedar memiliki pemimpin yang amanah, namun juga sistem
yang amanah dimana pemimpin itu memimpin dengannya.
Rasul sendiri tatkala memimpin kaum
Muslim bertindak sebagai kepala negara yang amanah, dengan mengatur
sistem ekonomi, politik, pendidikan, peradilan dan keamanan dalam dan
luar negeri, termasuk mengirim surat pada Kaisar Romawi dan Kisra Persia
pada waktu itu, dan kesemuanya berdasarkan sistem syariah Islam.
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الأمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا
وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ
تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ
اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأمْرِ مِنْكُمْ
فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ
فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ
بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلا
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu
menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu)
apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan
adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya
kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya),
dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat
tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan
Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya (QS an-Nisaa [4]: 58-59)
Kedua ayat ini menunjukkan kewajiban
yang sangat besar bagi kaum muslim untuk memiliki pemimpin dan
kepemimpinan yang dengannya bisa diterapkan amanat hukum Allah dengan
adil, dan menjadi penjamin atas dipakainya al-Qur’an dan as-Sunnah
ketika ada perselisihan diantara kaum mukmin
Rasulullah pun telah memberikan batasan, bagaimana penguasa dan kepemimpinan ini diatur dalam Islam melalui lisannya yang mulia:
“كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمْ
الْأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لَا
نَبِيَّ بَعْدِي وَسَيَكُونُ خُلَفَاءُ فَيَكْثُرُونَ”
قَالُوا “فَمَا تَأْمُرُنَا” قَالَ “فُوا
بِبَيْعَةِ الْأَوَّلِ فَالْأَوَّلِ. أَعْطُوهُمْ حَقَّهُمْ فَإِنَّ
اللَّهَ سَائِلُهُمْ عَمَّا اسْتَرْعَاهُمْ” روه بخاري و مسلم
Dahulu Bani Israil selalu dipimpin dan
dipelihara urusannya oleh para nabi. Setiap nabi meninggal, digantikan
oleh nabi berikutnya. Sesungguhnya tidak ada nabi sesudahku. Tetapi
nanti akan ada banyak khalifah. Para Sahabat bertanya, “Apa yang engkau
perintahkan kepada kami?” Beliau menjawab, “Penuhilah baiat yang
pertama, dan yang pertama saja. Berikanlah hak mereka, sesungguhnya
Allah akan memintai pertanggungjawaban terhadap urusan yang dibebankan
kepada mereka” (HR Bukhari dan Muslim)
Demikianlah Rasulullah berpesan, bahwa
yang kelak akan melanjutkan kepemimpinan dan pemeliharaan atas ummat
adalah pemimpin yang disebut Khalifah, dan Khalifah inilah yang akan
menjaga amanah untuk menerapkan sistem amanah berdasar Al-Qur’an dan
As-Sunnah sebagaimana diperintahkan dalam QS An-Nisaa [4]: 59
Maka setelah wafatnya Rasulullah, Abu
Bakar menjabat sebagai Khalifah kaum Muslim, dilanjutkan dengan Umar bin
Khaththab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abu Thalib, keempatnya dikenal
sebagai Khulafaur Rasyidin, Para Khalifah yang ditunjuki Allah. Dan
sistem kepemimpinan ini disebut dengan nama Khilafah.
Keberadaan Khalifah sebagai pemimpin
yang satu bagi kaum Muslim dan Khilafah sebagai sistem kepemimpinan yang
satu bagi kaum Muslim inilah yang selalu dijaga oleh kaum Muslim
semenjak wafatnya Rasulullah sampai pada tahun 1924 saat Khilafah
diruntuhkan di Turki dan Khalifah diturunkan dan diasingkan.
Dari dalil-dalil diatas kita lalu
memahami bahwa seluruh kaum Muslim diwajibkan dalam Islam untuk memiliki
pemimpin yang amanah, selain itu Islam juga mewajibkan adanya sistem
yang amanah.
Dalam Islam, belum cukup ketika kaum
Muslim memilih pemimpin yang amanah, namun dipilih untuk menjalankan
sistem yang tidak amanah seperti sekulerisme, liberalisme dan demokrasi
seperti saat ini. Tapi pemimpin Islam diwajibkan untuk menjalankan
sistem amanah juga, yaitu yang berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Karenanya memilih pemimpin yang amanah
tapi tidak sistem kepemimpinan yang amanah, hanya menjadikan pemimpin
tersebut bermaksiat dalam sistem yang tidak amanah ini, dan merupakan
sikap tak benar karena memilih dan memilah hukum Allah,
setengah-setengah dalam ketaatan.
Seharusnya kaum Muslim menyadarkan dan
mengingatkan satu sama lain bahwa sumber permasalahan besar ummat bukan
hanya tentang pemimpin yang amanah, namun lebih karena ditinggalkannya
hukum Allah dan Rasul-Nya, Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai sistem
kepemimpinan.
Jadi Islam mewajibkan bukan hanya pemimpin yang amanah, namun juga sistem kepemimpinan yang amanah.