Seperti kita ketahui
mestinya ajaran Islam dilihat secara utuh, tidak saja dilihat dari segi
ritual. Tapi dilihat dari berbagai aspek, dari segi sosial, budaya dan
sebagainya. Karena saudara mempersiapkan diri sebagai Tenaga
Pengembangan Masyarakat, sehingga harus tahu persis posisi Saudara, maka
lebih baik jika anda ketahui, manusia secara essensial tidak melihat
sesuatu yang abstrak terdiri dari 5 komponen yaitu jasad, akal, intuisi /perasaan (ذوق), nafsu dan ruh.
Nafsu terdiri dari sua macam yaitu nafsu baik dan jelek. Dari sini
Nampak jelas bahwa nafsu itu tidak selamanya jelek. Sementara itu,
kadang-kadang kita jumpai orang salah menerapkan cara disertai perasaan,
atau sebaliknya hanya perasaan saja tanpa disertai akal. Padahal
berfikir yang sehat itu apa bila akal, perasaan dan nafsu berjalan
sekaligus. Berfikir tanpa menggunakan nafsu akan menjadikan orang lemah,
sedangkan berfikir tanpa menggunakan akal akan menjadi emosi.
Dari terkumpulnya 5 (lima) komponen pokok diatas, manusia mempunyai
dua potensi atau kemampuan fisik/kerja untuk melakukan sesuatu hal, dan
yang kedua kemampuan berfikir. Dengan kata lain kemampuan fisik (قوة
عملية), kemampuan berfikir (قوة عملة). Maka atas dasar kemampuan yang
dimiliki hingga manusia harus melaksanakan ketentuan-ketentuan dari
Al-Khaling, yaitu melaksanakan kewajiban-kewajiban, menjauhi larangannya
serta melakukan anjuran-anjurannya. Berangkat dari itu, ada ulama yang
berpendapat bahwa ajaran Islam itu dibagi dua ajaran pokok yaitu Aqidah
dan Syariah. Dalam aqidah kita banyak menggunakan (قوة نظرية), kurang
sekali menggunakan Quwwah Nadloriyahnya. Dalam aqidah kita banyak
menggunakan (قوة نظرية). Jadi iman seorang tergantung sejauh mana dia
menggunakan Quwwah Nadloriyahnya. Syariah isinya adalah amal, sehingga
diperlukan Quwwah amaliyahnya atau kemampuan fisik. Dan mari kita
kaitkan syariah ini dengan kehidupan dunia. Seperti yang sudah kita
maklumi bersama, bahwa syariah adalah aturan yang diberikan Allah buat
manusia (makhluk yang berakal) untuk melakukan komunikasi dengan
beberapa hal.
a) Hubungan manusia dengan Allah sebagai hubungan makhluk dengan
Kholiq-nya, disinilah kita mengenal ibadah yang bersifat individual,
(محضة شحصية), ibadah yang manfaatnya hanya kembali pada pribadinya
sendiri, dan ibadah yang bersifat sosial. Ibadah sosial ini manfaatnya
menitikberatkan pada kepentingan umum. Dengan ini jelas bahwa ibdah
individual lebih baik daripada sosial, menurut Qoidah ushul fiqh:
(العيادة المتعدية افضل من عبادة القاهرة) Akan tetapi jangan diartikan
lebih baik kita beribadah yang (متعدية) saja, ibadah yang qosiroh kita
tinggalkan. Apabila terjadi ta’arudl antara ibadah (متعدية dan قاهرة)
lebih mementingkan (متعدية) dari yang (قاهرة) sepanjang yang (قاهرة)
tidak berupa fardlu Ain.
b) Hubungan manusia dengan manusia. Hubungan manusia ini baik
muslim dengan muslim maupun muslim dengan non muslim, sehingga terjaga
eksistensinya masing-masing. Dan karena pemahaman dan penglihatan Islam
yang masih kurang bahkan sepotong-potong, maka seorang muslim melihat
non muslim dengan a priori.
c) Hubungan manusia dengan alam. Pada prinsipnya kita bebas
berfikir tentang alam, juga manfaatnya dan bagaimana kita menggunakan
alam. Namun ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan, di samping kita
boleh memanfaatkan alam ini, kita harus melakukan sesuatu yang tidak
berlebihan, harus mengeluarkan shodaqoh dan bersyukur kepada Allah.
Untuk menambah referensi tentang keterangan di atas dan ini tidak a
priori.
1. هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا
2. أَلَمْ تَرَوْا أَنَّ اللَّهَ سَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي
السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَأَسْبَغَ عَلَيْكُمْ نِعَمَهُ
ظَاهِرَةً وَبَاطِنَةً
3. وَهُوَ الَّذِي سَخَّرَ الْبَحْرَ لِتَأْكُلُوا مِنْهُ لَحْمًا طَرِيًّا وَتَسْتَخْرِجُوا مِنْهُ حِلْيَةً تَلْبَسُونَهَا
d) Hubungan manusia dengan hidup dan kehidupan sendiri, dari hal
ini nampak jelas perlunya ikhtiar atau usaha dalam mengisi hidup dan
kehidupan ini. Apalagi kita sebagai calon tenaga pengembangan masyarakat
perlu menyadari beberapa hubungan tersebut serta menjaga keseimbangan,
sehingga tidak timpang. Kita tahu posisi dan tahu apa yang harus kita
lakukan, kapan melakukan dan bagaimana melakukannya.
Lalu apa semangat kerja itu? semangat kerja adalah kemauan tinggi
yang ditindaklanjuti dengan upaya dan pencurahan kekuatan untuk mencapai
tujuan, serta menyiapkan faktor pendukung dan factor penunjang secara
maksimal, para fuqoha menyebut hal itu dengan istilah ‘ijtihad’. Ahli tasawuf berpepatah. إن الله عبادا إذا ارادوا اراد
Namun kita perlu menyadari bahwa tidak semua kehendak hamba dituruti
Allah, sebab musabab antara ikhtiar dan hasil yang dituju/dicapai.
Orang Arab berpepatah : أن ترد الماء بماء أكيس
Yang terakhir ini memberi petunjuk kepada kita bahwa lebih bijaksana
kalau kita datang setempat air, masih tetap membawa air. Kita tidak
boleh menggantungkan pada keadaan yang ada, tidak boleh tamak
mengandalkan pemberian/hak orang lain jangan terlalu optimis.jadi
semangat kerja ini harus ada kemauan yang tinggi yang ditindak lanjuti
dengan persiapan dan sarana pendukungnya serta dibarengi dengan semangat
yang tinggi. Pada umumnya orang memiliki semangat karena didukung oleh
berbagai faktor, yaitu:
a) Adanya tujuan yang dicapai secara jelas
b) Dorongan yang cukup tinggi (motivasi)
c) Dan meyakini akan keberhasilan atau kebenaran tujuan
untuk semangat keras/tinggi dibutuhkan dan dilengkapi beberapa hal, antara lain:
a) Keberanian (شجاعة), keberanian ini ada kalanya keberanian
fisik dan keberanian mental, disebut juga (شجاعة مادية) dan (شجاعة
ادبية). Keberanian fisik ini berarti dia mempunyai ketahanan bela diri
di saat ada yang merintanginya. Akan tetapi keberanian mental ini yang
sangat penting bagi kader-kader tenaga pengembangan masyarakat punya
keberanian fisik, akan tetapi tidak punya keberanian mental. A pa
artinya?
b) Daya kreatif (قوة الادبية) artinya kita tidak usah
didorong-dorong oleh pihak luar, akan tetapi harus mempunyai kreatif
utuh dalam memecahkan masalah. Lebih jauh lagi kita dapat mampu memilih
satu alternatif jalan yang lebih baik.
c) Kebebasan berfikir kreatif, artinya kreatifitas itu akan
muncul apabila seseorang itu mempunyai kebebasan berfikir (yaitu tanpa
dibatasi dan ditekan-tekan).
Kalau tiga hal ini sudah terkumpul dalam pribadi seseorang, maka ia
akan menjadi dinamis, tanpa menunggu perintah atau didorong. Kreasinya
berkembang, bahkan memiliki ketangguhan kerja, ulet, tegas, tanpa
ragu-ragu. Sebagai referrensi, kenapa kita harus kreatif, dinamis dan
sebagainya?
Allah telah berfirman ;فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ
Diharapkan kita untuk berlomba-lomba melakukan (الْخَـيْرَاتِ),
kalimat ini berarti umnum, baik berupa ibadah-ibadah ritual maupun
bentuk ibadah sosial, bisa juga diartikan ibadah yang lain.
Islam Memerintah Kerja
Dari semua keterangan diatas memberi petunjuk kepada kita bahwa Islam
menuntut kepada pemeluknya untuk kerja melakukan sesuatu. Sebagai
referensi terhadap hal yang baik secara eksplisit maupun inplisit
menyinggung kita diperintah untuk bekerja dalam artian (لطلب الرزق)
dalam pengertian yang mengarah/luas antara lain:
1. هُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ ذَلُولًا فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِنْ رِزْقِهِ ۖ وَإِلَيْهِ النُّشُورُ
2. فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ
Lebih jelasnya kita habis sholat Jum’at, kita diperintahkan bekerja
baik lewat tijaroh, ziro’ah baik lewat muamalah yang lain tapi dalam
rangka mencapai anugerah Allah berupa rizki.
التمسوا الرزق في خبايا الأرض
Yaitu kita diperintahkan untuk menggali yang ada dalam bumi untuk
mendapatkan rizqi. Dari sini kita diperintah untuk membuat industri,
perusahaan, unit usaha untuk fuqoro masakin.
إذا صليتم الفجر فلاتناموا عن طلب ارزاقكم
Dari referensi diatas ini berarti Islam melarang para pemeluknya
untuk menjaga pengangguran. Sebagai referensi pada pokok bahasan Islam
melarang menganggur. Beberapa ayat al-Qur’an dan hadits di bawah ini:
- 1. أشد الناس عذابا يوم القيامة المكفيُّ الفارغ
- وقال ابن عباس رضي الله عنه : قدم قوم على النبي صلّى الله عليه وسلم فقالوا إن فلانا يصوم النهار ويقوم الليل ويكثر الذكر، فقال: أيكم كان يكفي طعامه وشرابه، فقالوا: كلنا فقال كلكم خير منه
- 3. لا يقعد أحدكم عن طلب الرزق ويقول اللهم ارزقني، وقد علم أن السماء لا تمطر ذهبا ولا فضة
Dari beberapa referensi di atas bisa disimpulkan bahwa Islam adalah
agama yang menuntut bagi pemeluknya untuk beribadah dan bekerja demi
kemaslahatan. Itu semua adalah tugas manusia dalam esensi manusia itu
sendiri.
Manusia sebagai Khalifah
Diluar esensinya manusia dijadikan Khalifah dibumi. Kita perhatikan:
وَهُوَ الَّذِي جَعَلَكُمْ خَلَائِفَ الْأَرْضِ وَرَفَعَ بَعْضَكُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ
Maka dengan jelas bahwa kita ini sebagai Khalifah di muka bumi.
Sebagai Khalifah Allah diatas bumi, manusia memiliki tiga
karomah/kemuliaan:
1. Kemuliaan Tobi’I (kemuliaan ini secara esensinya sudah ada sejak lahir). Sebagai referensi وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ
2. Kemuliaan kemenangan atau kekuasaan, sebagai referensi وَلِلَّهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ
3. Kemuliaan Prestasi وَلِكُلٍّ دَرَجَاتٌ مِمَّا عَمِلُو
Karomah yang ketiga ini bagi seseorang akan mencapai kemuliaan
apabila seseorang itu mempunyai prestasi amal. Dan masing-masing ini
sebagai kemuliaan manusia Kholifatullah fil ‘ardi. Kalau manusia sebagai Khalifah yang diberi 3 karomah, lalu apa tugasnya? Tugasnya ada dua macam:
a. Ibadatullah, sebagai referensi tugas manusia harus beribadah seperti halnya firman Allah di bawah ini.
خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
ini bisa berarti ibadah yang dalam bentuk Qosiroh, atau bentuk ijtima’iyah maupun dalam bentuk ibadah sosial (تعبدية)
b. Membangun (عمادة الأرض) seperti yang telah difirmankan Allah dalam Al-Qur’an (هو أنشأكم من الأرض واستعمركم فيها). Berarti Allah menuntut kita untuk membangun bumi ini disamping Ibadahtullah.
Kalau pembangunan itu sebagai tanggungjawab kita semua, maka tanggungjawabnya penuh kepada manusia tanpa pandang bulu.
Bahwa diantara nikmat Allah pada kalian adalah, masyarakat bahkan alam itu membutuhkan kalian. Apa alasannya?
Karena semua tuntutan hidup, kesehatan, pengetahuan, potensi,
keamanan, kemakmuran, keadilan dll. Itu tidak bisa lepas sekejap matapun
dari ketergantungan pada kekuatan dan kemampuan manusia baik fisik
maupun akal dan keterampilan. Masing-masing bertanggungjawab sesuai
dengan kadar potensi dan daya gunanya untuk “imaratul ardli”
Pada kesimpulannya Islam itu memerintahkan kita untuk bersemangat
kerja membangun. Tetapi karena kita seorang muslim, harus ingat semua
itu, tidak bisa lepas dari Qudratullah dan Irodatullah.
Kita bekerja jangan terlalu menggantungkan pada ikhtiarnya. Sebab
bagaimana cita-cita seseorang tetap tidak bisa melampau Qudrah dan
Iradah Allah.
Majalah Tebuireng No.4 Agustus 1986M
0 komentar:
Posting Komentar