Artikel Oleh :
Coach N. Kuswandi
- People Development Expert
Peran ketiga yang akan dimainkan oleh seorang trainer adalah responds learning needs - merespon kebutuhannya belajar trainee. Ingat bahwa training yang dilakukan bertujuan untuk menutup gap kompetensi trainee. Artinya fokus training sudah memang seharusnya berada pada trainee.
Lebih jauh lagi, saat peserta training adalah orang dewasa, keinginan mereka dalam belajar adalah segera memanfaatkan hasil belajarnya. Sehingga proses belajarnya senantiasa berorientasi pada realitas yang dihadapi trainee. Peran trainer disini adalah merespons kebutuhan tersebut.
Cara belajar orang dewasa ini tercermin dari kisah trilluner bernama Gabe Newell. Pria ini dikenal sebagai co-founder dari pengembang hub video game. Siapa yang tidak kenal dengan counter-strike? game dengan grafis pas-pasan namun tidak lekang oleh waktu. Game ini dibuat oleh Valve Corp. Pada saat kuliah di Harvard University, Gabe memutuskan untuk drop-out karena dia menganggap tidak mempelajari apapun selama kuliah. Di awal karir, ia bergabung dengan Microsoft, dan belajar segala sesuatu tentang pembuatan perangkat lunak. Setelah 13 tahun bekerja sambil belajar di Microsoft, ia memutuskan untuk keluar dan mendirikan Valve. Sekarang, kekayaan Gabe Newell mencapai USD 1,26 miliar atau Rp16,38 triliun (kurs 1 USD = Rp13.000).
Bayangkan saja seandainya, trainee kita adalah orang dewasa seperti Gabe. Dia masuk ke dalam kelas training, dan tidak mendapatkan apa yang dia inginkan. Peristiwa berikutnya yang akan terjadi adalah dia keluar dari kelas atau bertahan di dalam kelas dan menjadi pengacau selama training.
Ustadz Abdul Somad (UAS) yang menjadi salah satu pembicara kondang saat ini juga mempraktikkan prinsip orang dewasa ingin segera memanfaatkan hasil belajarnya. Alih-alih berkhotbah selama berjam-jam yang bisa jadi khotbah yang disampaikan tidak menjadi kebutuhan belajar para santrinya, UAS lebih banyak memberi ruang untuk tanya jawab. Metode yang digunakan UAS ini secara langsung merespons kebutuhan belajar santrinya. Sehingga santri langsung bisa mempraktikkan jawaban yang diterima dari UAS.
Model seperti ini juga mulai diterapkan secara nasional di Firlandia. Negara yang diakui sebagai negara dengan pendidikan terbaik di dunia. Di tahun 2017 kemarin, Firlandia mentransformasi sistem pendidikanya secara radikal. Jika matematika dianggap sebagai core ilmu di seluruh negara, tidak lagi di Firlandia. Semenjak tahun 2017, Firlandia tidak lagi menjadikan matematika sebagai mata pelajaran wajib bagi pelajar, karena tidak dianggap bahwa semua orang membutuhkan matematika. Masih ingat pada saat SMA mempelajar vector, x+y dan seterusnya yang ternyata tidak aplikatif untuk beberapa orang.
Lebih jauh lagi, Firlandia kemudian mencustome mata pelajaran ke dalam kebutuhan para siswanya. Bukan sekolah yang menyediakan "menu" pembelajaran, namun siswa lah yang memilih "masakan' seperti apa. Sehingga seluruh siswa langsung merasa bahwa kebutuhan belajarnya di respon. Sampai saat ini, hanya di Firlandia yang secara masif bisa mengapllikasikan cara belajar orang dewasa
Bagaimana mengaplikasikan peran trainer ini ke dalam trainer competencies?
Sumber :
*Buku People Development Handbook - Mengungkap Rahasia Para Professional Trainer Mendelivery High Impact Learning Program
0 komentar:
Posting Komentar