Brain, beauty, dan behaviour, ketiganya bukan istilah yang asing lagi. Nyaris pada setiap menjelang pemilihan kontes putri kecantikan yang akan digelar, ketiga istilah ini kembali didengungkan. Mereka yang akan menjadi pemenang adalah yang memenuhi kriteria tersebut, selain tentunya, ada kriteria-kriteria lainnya. Sebenarnya, apakah memang ketiga faktor tersebut penting? Sekedar untuk ajang kontes atau memang perlu dalam kehidupan sehari-hari? Bagaimana pengaruhnya dalam dunia kerja? Sejauh mana ketiga faktor ini berperan dalam peningkatan karier kita? Kita bahas dulu pengertian dari masing-masing istilah.
Brain, secara harafiah artinya otak. Disini pemaknaannya berarti individu harus memiliki pengetahuan, knowledge, dan skill, serta wawasan yang memadai. Knowledge dan skill seperti apa? Seberapa banyak yang harus diketahui? Kita akan bahas lebih lanjut dibawah.
Beauty, kecantikan. Apakah orang perlu cantik untuk dapat diterima bekerja? Untuk sukses berkarir, apa kita harus cantik, menarik? Betapa tidak adilnya dunia bagi orang-orang berwajah standar. Kita dalami lagi nanti.
Behaviour, atau tingkah laku. Jelas disini apa yang kita perbuat menjadi tanggung jawab kita. Apakah kita mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang menjadi tanggung jawab kita? Bagaimana kita bertingkah laku dalam membina hubungan dengan orang di sekitar kita.
Pembahasan kita mulai dengan contoh yang paling mudah, posisi frontliner. Deskripsi tugas frontliner secara umum menerima tamu / customer, menerima informasi dan complain dari customer.
Seorang frontliner, jelas merepresentasikan perusahaan. Sehingga biasanya mereka diberikan seragam khusus yang menggambarkan imej perusahaan. Saat akan menemui frontliner, customer secara otomatis akan memilih yang berpenampilan menarik. Penampilan menarik, tidak terbatas tampilan fisik atau muka. Tapi lebih secara tampilan keseluruhan. Muka yang ‘standar’ dengan diberi dandanan sederhana bisa jadi tampak lebih menarik dibandingkan dengan wajah cantik berdandan ‘menor’.
Demikian pula dengan busana. Bagi yang diwajibkan berseragam, tidak ada kesulitan dalam memilih busana. Hanya harus memastikan seragam yang dikenakan dalam kondisi rapi dan tidak kusut. Penggunaan asesoris biasa dibatasi agar jelas imej yang ingin ditampilkan.
Saat customer mulai mengajukan pertanyaan atau complain, disini frontliner harus memastikan dirinya menampilkan tingkah laku yang pantas. Terutama bila customer complain atau menyampaikan ketidakpuasan terhadap jasa/produk yang dibelinya. Frontliner harus memastikan dirinya tetap bersikap ramah dan tidak terpancing emosinya.
Tidak hanya yang kasat mata. Seorang frontliner harus memiliki pengetahuan dan wawasan memadai tentang perusahaan dan jasa/produk yang dijual. Sehingga bila ada customer yang bertanya ataupun mengeluhkan sesuatu, seorang frontliner tahu apa yang harus disampaikan dan dijelaskan kepada customer. Tidak akan menyelesaikan masalah bila frontliner hanya menjawab dengan sikap ramah dan menarik, tanpa memberikan informasi yang dibutuhkan.
Dari contoh diatas, bukan berarti hanya bagian frontliner yang butuh 3B. Tapi semua karyawan. Kenapa demikian?
Setiap karyawan direkrut dengan memiliki kompetensi tertentu. Sepanjang perjalanan kariernya tak mungkin kompetensinya tidak bertambah. Dengan melakukan pekerjaan secara smart dan menyelesaikan permasalahan yang muncul, kompetensi akan meningkat. Dengan mengikuti pelatihan dan diskusi dengan rekan/ atasan untuk menyelesaikan persoalan, kompetensi akan meningkat.
Tak ada kata yang tak mungkin untuk peningkatan kompetensi. Mulai dari yang harus mengeluarkan biaya sampai dengan yang diperoleh secara cuma-cuma. Yang penting adalah kemauan, open mind dan tidak bersikap defensif atau sok tahu. Terima semua informasi dengan seksama, cerna dengan logika dan akal sehat. Bertanya pada orang yang ahli, agar Anda tahu dan paham apa yang sebelumnya tidak Anda kuasai.
Bergaul dengan semua orang, semua lapisan juga akan memperluas wawasan kita, walau mungkin dari perspektif yang berbeda. Kita yang harus bisa memilah informasi mana yang mau kita percaya. Termasuk juga memperbanyak data bila harus beradu argumentasi. Tidak ada informasi yang sia-sia, bergantung bagaimana kita memanfaatkannya.
Bicara penampilan, penampilan merepresentasikan diri seseorang. Seorang karyawan yang berpenampilan rapi akan menampilkan kinerja yang baik. Kenapa? Dengan berpenampilan rapi, menunjukkan bahwa dirinya memang siap untuk bekerja. Orang di sekeliling pun tak segan untuk berhubungan dengannya.
Dengan penampilan diri yang baik pun akan meningkatkan rasa percaya diri. Bayangkan bila Anda harus bertemu atau menemui orang yang lebih tinggi jabatanya. Bila penampilan kita seenaknya, tidak rapi, kita akan merasa minder. Namun, dengan penampilan yang baik, tidak perlu mahal, membuat kita merasa sejajar menghadapi semua orang.
Tidak perlu cantik, apalagi sampai harus melakukan operasi kecantikan. Dengan tampil rapi dan tidak berlebihan, berbusana ‘office look’ orang akan menjadi lebih menarik dan tampak profesional.
Demikian pula dengan sikap dan tingkah laku. Kita harus tahu berhadapan dengan siapa. Tidak perlu ‘cari muka’ atau berpura-pura. Tampillah apa adanya. Namun sesuaikan dengan situasi dan kondisinya. Kita harus dapat bersikap tegas namun tetap sopan. Berbicara terus terang tanpa menyakiti orang yang kita ajak bicara. Kita harus tetap dapat bersikap tenang menghadapi customer atau rekan / atasan yang sedang meradang.
Sehingga, tidak perlu untuk menjadi seorang Putri atau Miss untuk memantapkan beauty, brain, dan behaviour. Kita harus bisa mengoptimalkan ketiganya untuk mendukung karier. Dengan kepiawaian kita mengelola beauty, brain, dan behaviour dalam pekerjaan, kita pasti akan ‘terlihat’, kinerja kita akan berbeda dari orang lain. Tidak hanya di dalam internal perusahaan, perusahaan rekanan pun akan segera ‘mengenali’ keberadaan kita.
Oleh : Agus Suthedjo
sumber: http://topcareermagazine.com/details_single.php?id=2074&cat=Opinion
sumber: http://topcareermagazine.com/details_single.php?id=2074&cat=Opinion
0 komentar:
Posting Komentar