MSDT (Management Style Diagnostic Test) adalah test yang digunakan untuk mengukur Gaya Kepemimpinan seseorang
yang didasarkan pada teori 3 Dimensi yang dikemukakan oleh W.J
Reddin. Profesor Bill Reddin telah melakukan terobosan untuk ke
tingkat selanjutnya dari teori kepemimpinan yang praktis. Ia
mengembangkan metode yang relatif sederhana untuk mengukur tuntutan
situasional yaitu, hal – hal yang menentukan bagaimana seorang
manajer harus bertindak secara efektif.
Metode
Reddin berdasarkan dari dua dimensi dasar kepimimpinan. Dua dimensi dasar tersebut adalah orientasi tugas (task-orientation) dan
orientasi hubungan (relationships-orientation). Setelah
itu, Reddin juga memperkenalkan dimensi ketiga yaitu
efektivitas (effectiveness). Efektivitas merupakan
hasil dari seseorang yang menggunakan gaya kepemimpnan yang tepat
dalam situasi tertentu.
Orientasi
Tugas (task-orientation) didefinisikan sebagai
sejauh mana seorang manajer cenderung mengarahkan upayanya sendiri
dan bawahannya menuju pencapaian tujuan. Mereka yang memiliki
orientasi tugas tinggi cenderung memimpin lebih baik dari yang lain
melalui perencanaan, berkomunikasi, menginformasikan, menjadwalkan
dan memperkenalkan ide-ide baru.
Orientasi
Hubungan (relationships-orientation) didefinisikan
sebagai sejauh mana seorang manajer cenderung memiliki hubungan pekerjaan yang
sangat pribadi yang ditandai dengan saling percaya, menghormati
ide-ide bawahan dan pertimbangan perasaan mereka. Mereka yang
memiliki orientasi hubungan tinggi mempunyai hubungan yang baik
dengan adanya komunikasi dua arah.
Reddin
telah mengidentifikasi mengenai adanya empat gaya kepemimpinan pada
efektivitas yang tinggi dan empat gaya pada efektivitas yang rendah,
hal ini menentukan gaya efektivitas kepemimpinan yang sesuai dengan
tuntutan situasi. Dengan mengetahui gaya kepemimpinan, hal tersebut
dapat membantu untuk mengadopsi dalam situasi yang berbeda. Meskipun
terdapat satu gaya kepemimpinan yang dominan bagi setiap individu,
tetapi ia tidak selalu menetap dalam satu gaya tertentu saja. Untuk
meraih hasil yang sukses, diperlukannya gaya kepemimpinan dalam
berbagai situasi.
"The
1-D Theories suggest one particular style is better than another;the
2-D Theories suggest that a variety of styles may be appropriate;the
3-D Theory shows how and when each style is effective."- Bill
Reddin
Bill
Reddin mengemukakan model gaya kepemimpinan yang berisi empat tipe
dasar:
1. Tipe
Terpadu (Integrated Type): Hubungan
Orientasi (Relationship Orientation) tinggi dengan
hubungan tugas (Task Orientation) yang tinggi.
2. Tipe
Istimewa (Related Type): Hubungan
orientasi (Relationship Orientation) tinggi dengan
hubungan tugas (Task Orientation) yang rendah.
3. Tipe
Berdedikasi (Dedicated Type): Hubungan
orientasi (Relationship Orientation) rendah dengan
hubungan tugas (Task Orientation) yang tinggi.
4. Tipe
Terpisah (Separated Type): Hubungan
orientasi (Relationship Orientation) rendah dengan
hubungan tugas (Task Orientation) yang rendah.
Berikut
adalah delapan gaya kepemimpinan model dasar untuk mengukur tingkat
efektivitas setiap gaya:
1.
Deserter (Efektifitas rendah)
Deserter
adalah jenis kepemimpinan gaya pasif.
Individu yang sering menunjukkan kurangnya minat dalam tugas dan
hubungan. Individu tersebut tidak efektif bukan hanya karena
kurangnya minat, tetapi juga karena pengaruhnya terhadap moral. Pendekatan
gaya manajemen tipe ini adalah suka mengabaikan masalah, cuci tangan,
tidak mau bertanggung jawab (laisser-faire). Tipe gaya ini
mengabaikan berbagai keterlibatan atau intervensi yang dapat
menjadikan situasi dianggap sulit atau rumit. Sikapnya selalu mencoba
netral terhadap apa yang terjadi di keseharian, mencari jalan untuk
menghindar dari aturan yang dianggap menyulitkan. Polanya adalah
mencoba tetap menyelaraskan antara atasan dan bawahan, menghindari
perubahan perencanaan. Pola yang tampak secara manajerial adalah
defensif, misalkan ada kebijakan yang menyulitkan bawahan maka ia
mengatakan saya hanya menjalankan perintah, kebijakan dari atasan.
Bukan berarti pola seperti ini buruk, deserter hanya berupaya menjaga
keadaan status-quo dan menghindari perubahan drastis atau “guncangan
dalam manajemen”.
2.
Missionary (Efektifitas rendah)
Kepemimpinan
misionaris adalah pemimpin yang mengutamakan keharmonisan dalam
berorganisasi. Individu
yang menempatkan gagasan dan hubungan di atas pertimbangan lain.
Individu tersebut tidak efektif yang disebabkan karena keinginannya
untuk melihat dirinya sendiri dilihat sebagai “orang baik”. Pendekatan
gaya manajemen seperti ini adalah menggunakan unsur afektif yang
sangat kental. Missionary berupaya mendorong situasi positif dalam
manajemen dengan memberikan kandungan sensitivitas, kepedulian dan
hal-hal yang mungkin dianggap penting untuk meningkatkan kinerja
melalui sentuhan emosi/perasaan. Model manajerial seperti ini
berupaya menjaga orang lain termasuk bawahan pada situasi bahagia
dalam situasi apapun. Perilaku mendorong atau mengajak menunjukkan
bagian penting dari gaya yang ditunjukkan. Mengapa dikatakan kurang
efektif gaya manajemen seperti ini adalah karena kurang
ketersediaannya peluang konflik, berupaya tetap halus dalam bertindak
dan kesulitan untuk menolak atau berkata tidak, padahal banyak
pekerjaan perlu ketegasan dalam manajemen.
3.
Autocratic (Efektifitas rendah)
Otokrat
adalah pemimpin yang sering tidak percaya pada orang lain. Gaya
seperti ini lebih perhatian hanya pada produktivitas dan hasil. Skor
tinggi dianggap sebagai manajer yang formal, memberikan tugas ke
bawahan berdasarkan instruksi dan mengawasi secara ketat proses yang
terjadi. Kesalahan tidak bisa ditolerir, penyimpangan harus
dihindari, yang penting jangan sampai salah dalam mengerjakan
sesuatu. Kebijakan adalah urusan atasan sementara bawahan cukup
melaksanakan apa yang harus dikerjakan tanpa ada alasan karena
dianggap tidak perlu dan membuang waktu. Gaya ini meminimalisir
komunikasi, membatasi terhadap apa yang perlu saja. Bawahan akan
menganggap dingin atasan dengan gaya ini, terutama bagi mereka yang
membutuhkan lebih dari sekadar tugas yang harus dikerjakan seperti
dorongan akan pengakuan atau dukungan. Model pendekatan pengendalian
dan pengarahan dianggap kurang efektif, karena kaku, keras kepala
sehingga bawahan akan merasa tertekan.
4.
Compromiser (Efektifitas rendah)
Gaya
kepemimpinan yang kompromi adalah gaya yang tidak terlalu efektif
dalam organisasi. Gaya
ini mengandalkan tugas dan relasi yang seimbang, namun dianggap
kurang efektif karena tidak berpendirian tetap, tidak ada keputusan
yang jelas. Gaya ini akan merasa kebingungan antara pengaturan tugas
dan kebutuhan untuk berinteraksi. Dalam menghadapi tekanan, maka akan
cenderung kompromi sehingga berbagai tujuan seringkali menyimpang dan
tidak tercapai.
5.
Bureaucratic (Efektifitas tinggi)
Gaya
kepemimpinan birokrat adalah prosedural, berdasarkan aturan atau tata
pelaksanaan, menerima dengan tulus hirarki kewenangan dan menggunakan
komunikasi sangat formal dalam bersikap. Skor yang tinggi berarti
sistematik. Fungsi dan peran birokrat akan sangat optimal pada
situasi yang terstruktur dengan pola prosedur yang jelas meskipun
dapat saja prosedur yang ada sebenarnya rumit, namun birokrat akan
tetap tenang menghadapi sistem yang ada. Birokrat berpegang pada
sistem, gaya manajemen seperti ini tampak seperti otokrat, kaku dan
dapat membosankan bagi orang-orang yang fleksibel.
6.
Developer (Efektifitas tinggi)
Gaya kepemimpinan berikutnya
adalah gaya developer. Gaya
manajemen developer adalah sisi efektif dari gaya missionary. Tujuan
dari gaya seperti ini adalah untuk bertindak secara profesional tanpa
mengesampingkan aspek emosi. Bawahan diberikan kesempatan untuk
memberikan ide, pandangan atau peran lebih dari kebijakan yang ada
untuk mengembangkan potensi. Kontribusi diberikan dan perhatian untuk
pengembangan pun diperhatikan. Skor tinggi memiliki keyakinan optimis
tentang individu untuk bekerja dan menghasilkan. Sifat pendekatan
berupa kolegial, bawahan sebagai partner bukan hanya sebagai
“pembantu” dalam mengerjakan sesuatu. Gaya seperti ini senang
untuk berbagi pengetahuan dan keahlian dan potensi bawahan dapat
dioptimalkan.
7.
Benevolent Autocratic (Efektifitas tinggi)
Gaya kepemimpinan
berikutnya adalah otokrat yang baik hati. Gaya
ini dianggap efektif karena memberikan unsur komunikatif dalam
melakukan gaya otokratik. Gaya ini masih mengandalkan instruksi dan
intervensi. Skor tinggi dapat dilihat sebagai guru dalam memberi
tugas, dimana dapat memberikan instruksi dengan tidak
mengesampingkan komunikasi kepada bawahan secara lebih fleksibel.
Pola yang dilakukan memberikan kesediaan untuk bertanya, membantu
apabila ada hal yang dianggap salah atau menyimpang. Pola keseharian
terstruktur dalam menentukan target kerja, produktivitas dan memberi
perintah, tidak ragu memberikan hukuman namun bertindak adil dalam
menyikapinya. Gaya ini dapat bekerjasama dengan baik namun
menghindari hubungan keterdekatan antar personal.
8.
Executive (Efektifitas tinggi)
Gaya
kepemimpinan paling efektif dalam organisasi atau industri. Gaya
ini dianggap efektif karena dapat mengelola dengan baik antara tugas
dan hubungan. Model ini adalah sisi efektif dari gaya kompromis. Pola
yang dilakukan dapat mengintegrasikan antara tugas dan hubungan
dengan baik, mengelola dan memanfaatkan kedua aspek dengan sinergi
yang optimal. Pendekatan ini dapat dikatakan sebagai pendekatan
konsultatif, interaktif dan pemecah masalah. Pendekatan ini
memanfaatkan eksplorasi terhadap berbagai sumber daya, keragaman
informasi dan dapat memanfaatkan isu negatif menjadi dorongan untuk
hasil yang lebih optimal. Gaya ini melibatkan tim dalam perencanaan
dan mengambil kesimpulan. Komunikasi dilakukan terhadap bawahan untuk
meningkatkan kualitas informasi yang dapat menjadikan keputusan lebih
baik. Manajer dengan gaya seperti ini dapat dianggap sebagai
motivator karena terbuka dengan berbagai hal baik yang mendukung atau
menentang untuk mendapakan komitmen bersama.
Aplikasi Hasil Tes MSDT
Hasil
tes MSDT tidak bisa diterapkan dengan mudah, melainkan harus
dipelajari dan internalisasi oleh manager. Penerapan dan aplikasi
hasil tes pada level management tidak bisa lagi sederhana. Ada waktu
dan tempat untuk semua gaya kepemimpinan. Jika seorang pemimpin
memiliki satu taktik yang dia andalkan hampir sepanjang waktu, hampir
pasti akan berkembang menjadi pola atau perilaku, dengan kata lain
sebuah gaya. Pemilihan gaya tertentu oleh pemimpin dalam suatu situasi
akan bergantung pada :
· Kepribadian individu dari orang yang dipimpin
· Kerangka berpikir orang
yang dipimpin
· Kerangka berpikir pemimpin saat ini sendiri
·
Tujuan atau sasaran pemimpin
· Kekuatan relatif antara pemimpin
dan mereka yang dipimpin
· Pentingnya waktu dalam tindakan yang
diinginkan pemimpin
· Jenis komitmen yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan tindakan yang diinginkan
· Aturan, hukum, atau
otoritas pemimpin dalam situasi tersebut
Manager
perlu meninjau faktor-faktor diatas untuk memilih gaya kepemimpinan
yang cocok diwaktu yang tepat maka efektivitasnya akan tinggi dan
sebaliknya.
Bagi Anda yang berminat belajar Manajemen SDM dan HRD
Join Halaman Telegram Komunitas Young HRD Indonesia